Sabtu, 30 April 2011

Tetap Bugar di Tengah Rimba

Bagi sebagian besar orang, kehidupan di tengah hutan seringkali dibayangkan serba menyeramkan. Komentar pertama yang sering saya dengar saat seseorang tahu bahwa saya bekerja di tengah hutan adalah, “Ih, serem ya Mas? Banyak ularnya ya Mas?”

Komentar itu tidak sepenuhnya salah, meski juga tidak sepenuhnya benar.
Kehidupan di tengah belantara, meski terpencil dari mana-mana, tetap saja memiliki fasilitas yang memadai. Tidak ada bedanya dengan sebuah komplek perusahaan. Ada kantor, ada bengkel, ada perumahan karyawan, ada sarana ibadah, bahkan juga sarana berolahraga.

Kurangnya sarana rekreasi menjadikan olahraga menjadi salah satu alternatif untuk relaksasi. Hampir di setiap base camp selalu memiliki lapangan luas di tengah-tengahnya. Di lapangan itulah para karyawan – dan terutama para istri karyawan, ini uniknya – mengisi saat-saat senggang dengan berolahraga.



Meski lapangannya bisa untuk sepakbola, tapi olahraga yang paling populer justru volley ball. Alasannya karena lapangan volley tidak terlalu luas, murah meriah, dan jumlah pemain yang enam orang tidak sulit dikumpulkan. Cukup dengan satu bola dan sepatu apa adanya, mereka dapat berolahraga sambil bergembira sambil mengusir kepenatan kerja.


Ibu-ibu istri karyawan biasanya mulai berkumpul pukul empat sore. Pukul setengah lima biasanya suara riuh dan tepukan mulai menggema. Lewat pukul lima sore – yang merupakan akhir jam kerja – suasana di lapangan volley tambah rame. Karyawati putri ikut bergabung. Disusul karyawan pria membentuk sesi pertandingan tersendiri di lapangan lainnya.


Tidak ada aturan yang membatasi regu pemain. Siapa pun boleh bergabung selama masih ada tempat. Bahkan bagi yang tidak hobi bermain volli pun, datang ke lapangan merupakan hiburan tersendiri. Setidaknya bisa memanjakan mata dan sama-sama mendapatkan manfaat dari olahraga. Sehat jasmani, sehat rohani....

Selasa, 05 April 2011

Camp Tarik


Pernah mendengar istilah camp tarik? 
Camp tarik adalah sebutan buat rumah-rumah pekerja yang berada di tengah hutan. Setiap satu camp tarik biasanya dihuni satu orang operator buldoser, dua operator chainsaw, satu tukang kupas, satu juru ukur, satu surveyor, dan kadang ada juga tukang masaknya.
Masing-masing punya tugas dan tanggungjawab sendiri.

Urutan pekerjaannya begini. Operator chainsaw menebang pohon sesuai kriteria yang diijinkan. Setelah pohon tumbang, operator buldoser menariknya ke tempat pengumpulan. (Kalau di HPH istilahnya TPN alias tempat pengumpulan). Juru ukur mengukur dimensi batang yang sudah dipotong-potong, berapa diameternya, berapa panjangnya, berapa kubikasinya, dan mencatatnya dalam buku ukur sebagai bahan laporan.
Kalau tukang kupas, tugasnya mengupas kulit kayu agar tidak diserang hama serangga bubuk. Jadi tugasnya menjaga kualitas kayu tetap baik. Sementara surveyor bertugas mengawasi dan menunjukkan lokasi lebang yang diijinkan. Soalnya kalau tidak diawasi, penebangan suka melebar ke arah yang salah. Lokasi tebang sudah ada ijinnya masing-masing dan diperbarui setiap tahun dalam bentuk RKT (Rencana Kerja Tahunan). Sebetulnya batas lokasi tebang sudah ditandai dengan rintisan jalur dan cat merah. Tapi tahu sendirilah, operator chainsaw ngeliatnya ke atas terus. Jadi batasnya suka terlewati.



Disebut camp tarik karena bangunannya memang bisa ditarik-tarik. Artinya bisa dipindah-pindah sesuai kebutuhan mengikuti lokasi tebangnya. Bentuknya berupa rumah papan yang dibangun di atas dua bantalan kayu bulat. Kalau lokasi penebangan berpindah, bantalan tinggal diikat dengan sling (kawat baja) dan ditarik oleh buldoser. Mirip seperti karavan tapi lebih primitif karena tidak pakai roda.

Belakangan proses menarik ini dianggap kurang praktis karena selain merusak jalan, juga merusak bangunan itu sendiri. Bayangkan camp tarik yang beberapa kali berpindah tempat, saat ditarik siku-siku bangunannya banyak yang bergeser. Perlahan tapi pasti, guncangan sepanjang perjalanan bisa menghancurkan rumah itu sendiri.

Sekarang rumahnya tidak ditarik tapi dimuatkan di atas logging truck alias truk pengangkut kayu. Dengan cara begitu rumah jadi lebih awet, jalan jadi lebih terawat, dan penghuninya bisa tetap berada di tempat karena guncangan tidak terlalu keras. Tapi meski proses perpindahannya tidak lagi ditarik, rumah-rumah semacam itu tetap saja populer sebagai camp tarik....