Rabu, 30 November 2011

Pohon Pencekik (Strangler Tree)


Istilah pohon pencekik atau strangler tree terdengar menyeramkan. Padahal itu hanyalah sebutan untuk cara yang dipakai pohon beringin atau pohon ara (Ficus benyamina) berkembang biak. Dinamakan pohon pencekik karena beringin berkembang biak dengan cara mencekik pohon inangnya.

Teorinya begini.
Biji pohon beringin yang tanpa sengaja terbawa paruh burung pemakan biji-bijian, jatuh dekat sebatang pohon. Biji tadi akan bertunas dan tumbuh dengan cara melilit pohon yang ada di dekatnya. Pada tahap itu beringin hidup sebagai epifit, hanya sekedar menempel untuk mencari makan.



Lama kelamaan, akar beringin makin kuat dan batangnya makin besar. Pada tahap selanjutnya, batang beringin akan mencengkeram erat pohon induknya sedemikian rupa sehingga si pohon induk akhirnya tidak dapat tumbuh normal karena tidak punya ruang gerak lagi. Pada tahap akhir, pohon induk justru mati dengan sendirinya, sementara beringin yang tadinya menumpang justru tumbuh kokoh dan kuat sebagai pemenang.


Proses pencekikan tadi bisa berlangsung bertahun-tahun, apalagi kalau hanya ada satu pencekik saja. Dalam perjalanan melintasi belantara, biasanya paling banyak hanya ada lima atau enam beringin yang menempel pada pohon induk. Karena itu sangatlah mengejutkan ketika pada suatu hari menemukan puluhan pohon pencekik mengerubuti sebatang pohon!




Hmmm, bisa dibayangkan betapa menderitanya sang pohon induk. Tidak perlu menunggu sampai setahun untuk menyaksikan sang beringin tampil sebagai pemenang, sementara sang pohon induk hilang nyaris tanpa bekas....

 

Logging Truck


Gambar kendaraan seperti terlihat di atas disebut logging truck. Kendaraan ini digunakan khusus untuk mengangkut kayu bulat (log). Heavy Equipment ini dapat memuat kayu bulat sampai 40 meter kubik atau setara dengan 50 ton kayu gelondongan!
Bagian belakang dibuat tanpa pembatas agar mudah menaik-turunkan kayu. Hanya ada tiang penyangga di kanan kiri badan truk, untuk menjaga agar muatan tidak jatuh.

Di kalangan pekerja hutan, truk semacam itu populer dengan sebutan ‘trailer’. Sebutan trailer ini diberikan karena truk mempunyai gandengan. (Logging truck yang tidak mempunyai gandengan disebut engkel). Gandengan itu bisa dilepas dan dipasang sesuai kebutuhan. Pada saat bermuatan, gandengan dipasang supaya truk bisa menampung kayu bulat dengan kisaran panjang sampai 16 meter. Pada saat tanpa muatan, gandengan dilepas dan dinaikkan di bak belakang sehingga truk dapat melaju lebih nyaman.

















Sambungan belakang dipindahkan dengan alat berat lain yang populer disebut kepiting. Nama resmi kendaraan tersebut adalah Loader.
Sesuai namanya, loader digunakan untuk membongkar dan memuat kayu gelondongan dari atau ke atas logging truck. Ada dua macam loader, yaitu Wheel Loader yang memakai ban karet seperti terlihat dalam gambar. Ada juga Track Loader yang menggunakan ban rantai seperti bulldozer atau tank baja. Track Loader lazim digunakan untuk daerah pemuatan dengan kondisi becek atau ekstrem.


Bagaimana memindahkan gandengan supaya bisa nangkring dengan nyaman di bagian belakang logging truck, bisa dilihat dalam rangkaian gambar berikut.





Dari Base Camp sampai Tenda Biru


Dalam struktur perusahaan HPH – khususnya di lapangan – base camp merupakan pusat kegiatan. Di base camp terdapat kantor, bengkel, kantin, gudang, perumahan karyawan, dan sarana-sarana penting lainnya. Itu sebabnya pada saat akan berkunjung ke suatu HPH, pertanyaan pertama yang diajukan adalah: di mana base camp-nya?

Lokasi base camp biasanya ditentukan berdasarkan ketersediaan air bersih. Pertimbangan ini tentu saja karena air sangat vital dalam kehidupan. Pekerja-pekerja tidak akan nyaman kalau air sulit diperoleh. Itulah sebabnya base camp umumnya berada dekat sungai besar yang pasokan airnya tidak tergantung musim. Nama base camp pun biasanya juga tidak jauh-jauh dari nama sungai itu sendiri.

Yang paling enak kalau dekat lokasi base camp terdepat air terjun. Air tinggal dialirkan ke base camp dengan pipa, dan akan mengalir nonstop siang malam. Kalau ternyata letak sungai lebih rendah daripada camp, apa boleh buat, terpaksa menggunakan pompa untuk memindahkan air ke bangunan-bangunan yang ada.

Di tengah hutan ada lagi rumah-rumah pekerja yang disebut camp tarik. Di situ biasanya tinggal kelompok pekerja yang berhubungan langsung dengan pemungutan hasil hutan. Mulai dari operator chainsaw – gergaji mesin – yang bertugas menebang pohon, kemudian operator buldoser yang bertugas menarik potongan-potongan log ke tempat pengumpulan, dan tukang kupas yang kerjanya mengupas kulit kayu. Masing-masing dibantu satu atau dua orang helper.
Karena lokasi penebangan berpindah-pindah, maka rumah mereka tidak dibuat permanen seperti di base camp. Rumahnya dibangun di atas dua potong log sejajar, sehingga kalau lokasi penebangan pindah, rumahnya tinggal ditarik menggunakan buldoser. Itu sebabnya disebut camp tarik.

Camp tarik merupakan perumahan pekerja yang berada di ujung jalan angkutan. Tapi bukan berarti yang paling ujung. Jauh di dalam hutan, ada kelompok pekerja yang disebut regu survey. Mereka tidak dibuatkan rumah – baik permanen maupun semi permanen – tapi diberi terpal untuk tenda. Tempat kerjanya di tengah hutan sehingga mirip orang kemping.
Satu regu survey terdiri dari sepuluh sampai duabelas orang. Tugasnya membuat batas areal penebangan dan mendata potensi kayu yang ada. Sekali masuk hutan mereka langsung membawa perlengkapan dan bekal makanan selama sebulan. Diantar sampai ujung jalan, selebihnya jalan kaki.

Kalau lokasi surveynya cuma beberapa kilometer, jalan kakinya cuma setengah hari. Tapi saya pernah mengalami lokasi survey sampai duapuluh kilometer. Wah, untuk melangsir perbekalan saja butuh lima hari. Untungnya anggota regu survey diambil dari masyarakat setempat yang sudah tidak asing dengan suasana hutan. Mereka bahkan sanggup mengangkut beban lebih dari 30 kg dengan kecepatan normal, tanpa alas kaki lagi!



Atap tenda regu survey biasanya memakai terpal berukuran 6 kali 8 meter untuk tenda utama, dan 3 kali 4 meter untuk dapur. Karena pada masa-masa awal sering dipakai terpal berwarna biru, maka tempat bernaung itu sering disebut Tenda Biru. Dan sebutan itu tetap populer meskipun kemudian terpalnya memakai warna coklat atau hitam.

Jadi kalau suatu saat Anda berjalan-jalan di hutan dan melihat ada tenda biru dengan kepulan asap di bagian belakang, jangan berpikir sedang ada hajatan perkawinan atau sunatan. Itu hanya rumah tinggal sementara para pekerja. Anda boleh saja singgah dan bahkan ikut makan, tapi tidak perlu menyelipkan amplop saat berpamitan....