Sabtu, 05 Januari 2013

Antar Kota Antar Cuaca


Camp kami berada di tempat yang tinggi. Meski tampilan pada layar GPS hanya menunjukkan sekitar 200 meter di atas permukaan laut, tapi kami merasa sudah berada di tempat yang paling tinggi. Ini bisa dibuktikan dengan suhu yang dingin, kabut yang selalu muncul setiap malam, serta pemandangan langit yang membentang di depan mata. Kami menyebutnya Puncak Dunia.






Di atas kami hanya ada langit, sementara di bawah ada perbukitan dan hutan yang menjadi pemandangan sehari-hari. Pemandangannya pun selalu berubah-ubah. Kadang biru terang tanpa awan, kadang ada awan putih bergumpal-gumpal, kadang langit diselimuti warna gelap kelabu pertanda akan turun hujan, kadang putih merata diiringi gerimis tanpa henti. Perubahan cuaca yang tidak terduga tersebut kadang merepotkan, tapi juga terkadang menakjubkan. Bayangkan betapa sibuknya para mandor angkutan (di sana disebut Mandor Hauling) yang sudah memerintahkan Logging Truck untuk berangkat ke blok tebangan, harus bergegas menjemput para supir satu persatu karena ternyata di blok hujan deras, padahal di base camp panas terik. Bayangkan juga bagaimana para karyawan kantor harus berlarian lintang pukang menyelamatkan pakaian yang sudah terlanjur dijemur karena tadinya cuaca sangat terik, lalu dalam sekejap berubah menjadi gelap gulita pertanda hujan akan menyapa.

 

Rasa takjub itu muncul manakala kami duduk-duduk di depan kantor camp sambil memandangi perubahan cuaca yang biasanya berlangsung cepat dan seringkali dramatis. Pada saat cuaca di atas camp sangat cerah, di bawah sana justru sudah turun hujan. Atau sebaliknya, saat kami merasakan tempias air memasuki teras kantor, di seberang sana malah terang benderang. Sering kami berdiri di teras kantor, menunjuk jauh ke depan sambil berkata, “Eh lihat, di Somad (nama camp tetangga – pen.) sudah hujan….” Di kejauhan, di seberang bukit, tampak dengan jelas air tercurah dari awan gelap yang sejak beberapa menit sebelumnya menghiasi langit. Hujan itu bisa tiba-tiba berubah menjadi cerah kembali saat sinar matahari – entah darimana – muncul membelah langit. Dan kalau sedang beruntung, kami bahkan bisa menikmati hadirnya pelangi yang seolah muncul dari belakang mesjid, atau – wow! – kilat putih menyambar memecah kegelapan.



Tidaklah mengherankan apabila perjalanan menyusuri areal hutan sepanjang hampir 60 Km dapat menghadirkan beragam kondisi cuaca. Sebentar panas cerah, sesaat diterpa gerimis, kemudian cerah lagi, lalu berkabut, kemudian hujan deras mengguyur sepanjang sisa perjalanan. Kalau di Pulau Jawa ada istilah bis AKAP (atau Antar Kota Antar Provinsi), maka di camp sana mestinya ada AKAC alias Antar Kota Antar Cuaca ….