Jumat, 19 November 2010

Tanjung Puting, Primadona Kalimantan Tengah






Tanjung Puting, barangkali bukanlah nama yang terlalu asing, meski juga tidak terlalu akrab bagi mereka yang terbiasa tinggal di kota besar. Diresmikan sebagai Taman Nasional sejak 12 Mei 1984, kawasan seluas hampir 415.040 Ha itu dikenal sebagai pusat pelestarian Orangutan (Pongo pygmaeus) yang masuk dalam katagori satwa langka di Indonesia.



Adalah Birute Galdikas – seorang peneliti dari Kanada – yang mempopulerkan kawasan Tanjung Puting sebagai pusat kehidupan primata orangutan pada tahun 1971. Kepopulerannya banyak menarik minat wisatawan asing untuk berkunjung ke sana. Hampir bisa dikatakan bahwa sebagian besar pengunjung Tanjung Puting adalah turis-turis asing.

Perjalanan menuju taman nasional dimulai dari Pelabuhan Kumai – sekitar 14 km dari Pangkalan Bun. Dari situ kita bisa memilih apakah akan menggunakan speedboat atau perahu kelotok. Speedboat dapat memuat sampai lima penumpang dengan ongkos sewa selama satu hari sebesar 500 ribu dan lama perjalanan sekitar satu setengah jam.
Tapi kalau pesertanya lumayan banyak (di atas 10 orang) lebih baik sewa perahu kelotok saja.

“Pake kelotok lebih enak,” kata petugas di kantor taman nasional. “Lebih santai, jadi bisa menikmati pemandangan di sepanjang kiri kanan jalan.”
Memang betul, karena jika menggunakan kelotok waktu tempuhnya menjadi sekitar empat jam! Meskipun terasa lama dan membosankan, ternyata banyak turis asing yang lebih menyukai pilihan ini, karena mereka bisa menikmati suasana hutan di sepanjang Sungai Sekonyer yang berair kehitam-hitaman itu.



“Pada pagi dan sore hari kita bisa melihat sekumpulan monyet dan kera di pepohonan kiri kanan sungai,” kata Syarifudin yang menjadi pemandu kami. “Kalau beruntung juga bisa ketemu buaya yang lagi berjemur di tepian.”


Biaya sewa kelotok antara 800 ribu sampai satu juta – tergantung kesepakatan. Bisa memuat sampai 15 orang. Sekarang ini pengunjung bisa memlih sistim paket. Misalnya satu juta lima ratus untuk sewa kelotok plus jasa pemandu dan tiket masuk. Ditambah 25 ribu per orang untuk makan siang dan snack sore hari. Jadi pengunjung tinggal terima beres saja. Nyaman kan?
Dan jangan kaget lho, meskipun kelotok, kamar kecilnya pakai kloset duduk! Maklum standar internasional....


Perjalanan dimulai sekitar pukul enam pagi, menyusuri Sungai Kumai yang lebar dan berair kecoklatan. Satu jam kemudian memasuki muara Sungai Sekonyer airnya masih coklat karena pengaruh penambangan emas di atasnya. Satu setengah jam kemudian kita tiba di Pos Tanjung Harapan (sekitar 20 Km dari Kumai) tempat melaporkan diri. Sepuluh kilometer dari Pos Tanjung Harapan ada Camp Tangui tempat rehabilitasi orangutan remaja. Di sini kita bisa singgah untuk melihat acara pemberian makan yang dilakukan antara pukul 09.00 – 10.00 pagi.

Semakin ke atas sungainya semakin kecil, airnya semakin gelap yang merupakan ciri khas kawasan hutan gambut. Tumbuhan nipah, pandan, dan bakung mendominasi sepanjang aliran sungai. Sekitar dua jam kemudian sampailah kita di Camp Leakey yang menjadi pusat riset dan rahabilitasi orangutan dewasa. Di sana terdapat pusat informasi dan arena pemberian makan (feeding site).


Di sanalah – pada tengah hari antara pukul 14.00 – 14.30 – pengunjung duduk dan menyaksikan belasan orangutan turun dari pucuk-pucuk pepohonan untuk menyantap hidangan berupa buah-buahan dan susu yang memang disediakan untuk mereka. Kesempatan ini banyak dimanfaatkan untuk mengambil foto-foto orangutan dalam berbagai polah dan gayanya. Atau, hmmm, Anda tertarik untuk ikut makan bersama? Boleh saja, asal jangan menghabiskan jatah mereka....

2 komentar:

  1. Kapan ya bisa ke sana? secara gratis, hehehehehe

    BalasHapus
  2. bisa saja. kapan pun bisa.
    mau yang gratis?
    naiklah kelotok dari semarang
    hehehe...

    BalasHapus