Rabu, 30 November 2011

Dari Base Camp sampai Tenda Biru


Dalam struktur perusahaan HPH – khususnya di lapangan – base camp merupakan pusat kegiatan. Di base camp terdapat kantor, bengkel, kantin, gudang, perumahan karyawan, dan sarana-sarana penting lainnya. Itu sebabnya pada saat akan berkunjung ke suatu HPH, pertanyaan pertama yang diajukan adalah: di mana base camp-nya?

Lokasi base camp biasanya ditentukan berdasarkan ketersediaan air bersih. Pertimbangan ini tentu saja karena air sangat vital dalam kehidupan. Pekerja-pekerja tidak akan nyaman kalau air sulit diperoleh. Itulah sebabnya base camp umumnya berada dekat sungai besar yang pasokan airnya tidak tergantung musim. Nama base camp pun biasanya juga tidak jauh-jauh dari nama sungai itu sendiri.

Yang paling enak kalau dekat lokasi base camp terdepat air terjun. Air tinggal dialirkan ke base camp dengan pipa, dan akan mengalir nonstop siang malam. Kalau ternyata letak sungai lebih rendah daripada camp, apa boleh buat, terpaksa menggunakan pompa untuk memindahkan air ke bangunan-bangunan yang ada.

Di tengah hutan ada lagi rumah-rumah pekerja yang disebut camp tarik. Di situ biasanya tinggal kelompok pekerja yang berhubungan langsung dengan pemungutan hasil hutan. Mulai dari operator chainsaw – gergaji mesin – yang bertugas menebang pohon, kemudian operator buldoser yang bertugas menarik potongan-potongan log ke tempat pengumpulan, dan tukang kupas yang kerjanya mengupas kulit kayu. Masing-masing dibantu satu atau dua orang helper.
Karena lokasi penebangan berpindah-pindah, maka rumah mereka tidak dibuat permanen seperti di base camp. Rumahnya dibangun di atas dua potong log sejajar, sehingga kalau lokasi penebangan pindah, rumahnya tinggal ditarik menggunakan buldoser. Itu sebabnya disebut camp tarik.

Camp tarik merupakan perumahan pekerja yang berada di ujung jalan angkutan. Tapi bukan berarti yang paling ujung. Jauh di dalam hutan, ada kelompok pekerja yang disebut regu survey. Mereka tidak dibuatkan rumah – baik permanen maupun semi permanen – tapi diberi terpal untuk tenda. Tempat kerjanya di tengah hutan sehingga mirip orang kemping.
Satu regu survey terdiri dari sepuluh sampai duabelas orang. Tugasnya membuat batas areal penebangan dan mendata potensi kayu yang ada. Sekali masuk hutan mereka langsung membawa perlengkapan dan bekal makanan selama sebulan. Diantar sampai ujung jalan, selebihnya jalan kaki.

Kalau lokasi surveynya cuma beberapa kilometer, jalan kakinya cuma setengah hari. Tapi saya pernah mengalami lokasi survey sampai duapuluh kilometer. Wah, untuk melangsir perbekalan saja butuh lima hari. Untungnya anggota regu survey diambil dari masyarakat setempat yang sudah tidak asing dengan suasana hutan. Mereka bahkan sanggup mengangkut beban lebih dari 30 kg dengan kecepatan normal, tanpa alas kaki lagi!



Atap tenda regu survey biasanya memakai terpal berukuran 6 kali 8 meter untuk tenda utama, dan 3 kali 4 meter untuk dapur. Karena pada masa-masa awal sering dipakai terpal berwarna biru, maka tempat bernaung itu sering disebut Tenda Biru. Dan sebutan itu tetap populer meskipun kemudian terpalnya memakai warna coklat atau hitam.

Jadi kalau suatu saat Anda berjalan-jalan di hutan dan melihat ada tenda biru dengan kepulan asap di bagian belakang, jangan berpikir sedang ada hajatan perkawinan atau sunatan. Itu hanya rumah tinggal sementara para pekerja. Anda boleh saja singgah dan bahkan ikut makan, tapi tidak perlu menyelipkan amplop saat berpamitan....



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar