Apa bedanya becak Tegal dengan becak Solo?
Dilihat dari fisiknya, becak Tegal tampak ‘kontet’. Ruang penumpang seperti melesak ke bawah. Dalam posisi duduk santai, lutut dan dada penumpang nyaris sejajar. Pengayuh becak di bagian belakang duduk dengan posisi lebih tinggi sehingga dengan mudah melihat jalan di depannya.
Sementara becak Solo terkesan gemuk dan gembrot. Kesan itu barangkali karena sisi kiri dan kanan yang menggelembung. Bangku penumpang agak tinggi sehingga kita laksana duduk di kursi kantor. Kalau penumpangnya wanita dan memakai kain, becak harus ditunggingkan ke depan agar penumpang dapat naik dengan nyaman. Kedudukan pengayuh dan penumpang yang nyaris sejajar menyebabkan pengayuh harus berdiri atau mendongakkan kepala kalau melewati jalan berlubang agar leluasa melihat ke depan.
Pertanyaan kedua: apa bedanya becak di Jawa dengan becak di Sumatera Utara?
Lebih Familiar
Awal tahun 1990 adalah saat pertama kali saya berkenalan dengan becak Sumatera. Begitu turun dari bis di Terminal Sibolga – pagi-pagi sekali – sekelompok tukang becak sudah berkerumun menawarkan jasanya. Becaknya tidak kontet seperti becak Tegal, tidak juga gembrot seperti becak Solo. Ukuran becaknya biasa-biasa saja. Cuma posisi pengayuh becak berada di samping kanan tempat penumpang.
Jadi sambil berbecak ria, kita bisa ngobrol dengan pengayuhnya yang mungkin sedang ngos-ngosan. Apalagi kalau kebetulan tukang becaknya bisa ngomong Jawa, wah, makin kerasan kita dibuatnya. Tapi walaupun ada yang bisa bicara Jawa, mereka jarang yang asli dari Pulau Jawa. Kebanyakan ya pujakesuma alias putra Jawa kelahiran Sumatera, yaitu lahir di Sumatera dari orangtua yang asli Jawa.
Kalau penumpang dan pengayuhnya sama-sama orang Sumatera, maka martarombo-lah mereka, ngobrol soal silsilah marganya masing-masing. Tetapi sebagian besar pengayuh becak di Sibolga didominasi oleh orang Nias, salah satu etnis di Sumatera Utara yang dikenal sebagai pekerja keras. Wajah mereka mirip orang Cina, agak sipit dan berkulit putih. Sayangnya bahasa mereka terdengar ruwet dan sulit dipahami.
Becak Sumatera merupakan gabungan antara sepeda dengan gerobak. Di antara keduanya dihubungkan dengan dua pipa besi. Kalau becak di Jawa dikelompokkan dalam kendaran roda tiga, maka becak di Sumatera mestinya masuk kelompok roda empat. Sebab rodanya memang empat, dua roda sepedanya dan dua lagi roda gerobaknya.
Sayangnya becak Sumatera yang lebih familiar dan lebih friendly ini bakal tidak punya tempat di Jakarta. Bentuknya yang lebih lebar menyita lebih banyak tempat. Apalagi kalau mengayuh becaknya sambil martarombo, bisa-bisa diklakson mobil lain di sepanjang jalan.
Dari Harley Sampai Sekuter
Becak khas Sumatera Utara menguasai hampir seluruh kota-kota besar di provinsi tersebut. Kita bisa melihatnya berseliweran di kota-kota seperti Sibolga, Pematang Siantar, Padang sidempuan, Medan, bahkan sampai ke Banda Aceh. Mereka biasanya hilir mudik di tengah-tengah kota yang relatif datar. Untuk ke luar kota tersedia becak mesin – becak juga tapi digerakkan oleh tenaga sepeda motor.
Dengan becak mesin perjalanan memang menjadi lebih cepat. Tapi ongkosnya juga menjadi lebih mahal, sebab bahan bakarnya memakai bensin – bukan sekedar nasi bungkus saja. Sayangnya becak mesin menjadi tidak familiar lagi karena tidak mungkin berbincang-bincang dengan pengemudinya saat becak melaju kencang.
Untuk urusan becak mesin ini, kota Pematang Siantar terkenal dengan motor-motor besarnya. Jadi kalau kita naik becak di sana, kita seperti dikawal oleh Harley Davidson. Becak mesin di Siantar memang digerakkan oleh sepeda motor ber-CC besar model Norton atau BSA. Motor-motor keluaran jaman Jepang itu ternyata masih eksis meskipun banyak sparepartnya yang terpaksa dimodifikasi sendiri.
Pengemudi becak mesin di Sibolga lebih beruntung karena sepeda motornya bukan motor besar keluaran jaman rekiplik. Kebanyakan didominasi oleh sepeda motor Honda GL 100 atau sebangsanya. Demikian juga becak mesin di Banda Aceh, tenaga penggeraknya menggunakan sepeda motor keluaran lama – tapi tidak sekuno becak Siantar. Yang unik adalah becak mesin yang lalu-lalang di kota Padangsidempuan. Motor penggeraknya menggunakan sekuter!
Iutlah sebabnya kenapa anak-anak muda di Padangsidempuan jarang yang mau berjalan-jalan mengendarai sekuter. Soalnya kalau ketemu teman-teman atau gadis cantik suka diledek, “Eh, becak Bapakmu kamu copot ya?”
Sumber foto: transport.atvisit.com/becak-medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar