Setiap kali saya berkunjung ke Kota Padangsidempuan, biasanya saya menginap di Hotel Istana yang terletak persis di ujun Jalan Diponegoro. Dan biasanya selalu menyempatkan diri memangkas rambut.
Tempat pangkasnya berada persis di bawah hotel. Hotelnya sendiri menempati lantai dua dan tiga. Lantai satu dipakai oleh beberapa kios pangkas yang berjejer berurutan. Meskipun kios pangkasnya lebih dari satu, mereka tampaknya punya pelanggan sendiri-sendiri. Tukang pangkasnya berasal dari Sumatera Barat. Ini bisa dikenali dari nama marga yang tercantum pada masing-masing cermin. Nama-nama itu misalnya Chaniago, Kotto, atau Jambak.
Saya senang memangkas rambut di situ karena sambil dipangkas kita bisa melihat lalu-lalang orang di sepanjang jalan. Pelayanannya pun komplit. Setelah rambut dipotong sesuai permintaan, bangku pangkas dimiringkan hampir 150 derajat agar kita merasa relaks saat kumis, cambang, dan dagu dibersihkan. Setelah bangku ditegakkan kembali, pundak kita dipijit-pijit, kemudian kepala ditekuk kiri kanan sampai terdengar bunyi tulang bergemeletak. Setelah sisa-sisa rambut dibersihkan, pundak kita masih diolesi lagi dengan minyak oles.
Untuk semua itu kita hanya perlu membayar lima ribu Rupiah saja!
Waktu itu – sekitar tahun 1995an – tarif itu relatif murah. Bahkan sangat murah kalau dibandingkan dengan ongkos memangkas rambut di Jakarta.
Memang di pinggiran Jakarta ongkos pangkas rambut kurang lebih sama. Tapi itu hanya untuk potong rambut dan pijat pundak saja. Kalau mau merapikan kumis dan dagu dikenakan tambahan biaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar